AKTIF PERKULIAHAN SEMESTER GENAP MULAI TANGGAL 10 FEBRUARI 2013 SEMUA MAHASISWA DIWAJIBKAN JARIAH UNTUK MASJID KAMPUS SEBESAR 150.000 BISA DIANGSUR 2 SEMESTER

Senin, 04 Juli 2011

Ijaz al-Qur'an


A.Pendahuluan

Setiap nabi yang diutus oleh Allah SWT kepada suatu kaum selalu mendapat tantangan (challenge) dari kaum tersebut. Tantangan yang paling umum dihadapi oleh para nabi adalah pengingkaran terhadap status kenabian dan kerasulannya. Hampir semua nabi dan rasul diminta oleh kaumnya untuk menunjukkan tanda-tanda kenabian dan kerasulannya.
Setiap tantangan tentu membutuhkan jawaban. Dalam sejarah para nabi ditemukan bahwa di antara jawaban yang diberikan Allah melalui nabi dan rasul-Nya adalah mu’jizat. Mu’jizat ini lazim dijadikan pertanda kenabian dan kerasulannya.
Dalam teori Challenge and Response, Arnold J. Toynbee (1889-1975) menyatakan, semakin kuat tantangan (Challenge) yang dihadapi akan semakin dibutuhkan besarnya tanggapan (Response) untuk mengatasinya. Tanggapan yang memadai bahkan berlebih akan membuat sesuatu bebas dari tantangannya. Jika diikuti alur pikir sejarawan Kristiani tersebut, maka pada umumnya nabi-nabi terdahulu berhasil melewati tantangan kaum pengingkarnya melalui sebuah kekuatan yang melemahkan tantangan tersebut yaitu mukjizat yang dianugerahkan Allah.
Makalah berjudul I’jaz al Qur’an ini menggambarkan secara ringkas segala sesuatu yang berkaitan dengan keistimewaan, kekuatan dan keagungan al Qur’an dalam melemahkan orang-orang yang menentangnya.
Agar lebih terarah, makalah ini dibatasi pada pembahasan kemu’jizatan al Qur’an, yang meliputi 1) Pengertian I’jaz al Qur’an, 2) Segi kemukjizatan, 3) Macam-macam mukjizat, 4) Peranan I’jaz al Qur’an dalam memahami/ menafsirkan al Qur’an
B.Pengertian

1.Mukjizat

Mukjizat secara etimologi diderivasi dari kata I’jaz yang berarti lemah atau tidak mampu. I’jaz merupakan mashdar (abstract noun) dari kata a’jaza yang berarti berbeda dan mengungguli. Mukjizat dalam istilah (terma) para ulama adalah suatu hal yang luar biasa yang disertai tantangan dan tidak dapat ditandingi.
Dengan makna yang sama, Quraish Shihab menjabarkan mukjizat sebagai istilah yang terambil dari kata أعجز yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Pelakunya yang melemahkan disebut mu’jiz dan bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam lawan, maka ia dinamakan معجزة. Tambahan ta’ marbuthah (ة) pada akhir kata itu mengandung makna mubalaghah (superlatif). Menurut Subhi al Shalih dan Muhammad Ali Ash Shabuni, I’jaz berarti lemah atau tidak mampu kepada yang lain. Ahmad von Denffer mengartikan I’jaz sebagai “yang melemahkan, yang meniadakan kekuatan, yang tak tertirukan, yang mustahil”.
Sebagaimana telah disebut pada pendahuluan, terma mukjizat biasanya ditemukan dalam kisah para nabi sebagai sebuah anugerah yang diberikan oleh Allah SWT kepada mereka untuk membuktikan kenabiannya dan mengalahkan para pengingkarnya. Biasanya anugerah itu menyangkut peristiwa yang luar biasa yang tidak dimiliki oleh orang lain di masa itu. Oleh sebab itu sangat umum dikenal pengertian mukjizat sebagaimana didefinisikan Manna’ al Qaththan dengan;
والمعجزة: أمر خارق للعادة مقرون بالتحدي سالم عن المعارضة

Mukjizat: Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, serta tidak akan dapat ditandingi,
atau defenisi dari Quraish Shihab:
“suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku nabi sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan itu”
Mukjizat sebagai kejadian luar biasa tidak dapat terjadi pada sembarang orang. Secara historis, mukjizat selalu menemukan momentnya sendiri berdasarkan kehendak Allah SWT. Quraish Shihab mengemukakan beberapa unsur yang menyertai mukjizat, yaitu:

1.Hal atau peristiwa yang luar biasa;
2.terjadi atau dipaparkan oleh seorang yang mengaku nabi;
3.mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian;
4.tantangan itu tidak mampu atau gagal dilayani.
Menurut Muhammad Ali Ash Shabuni mukjizat ada dua macam. pertama mukjizat yang bersifat materialistis-realistis, kedua mukjizat yang bersifat spiritual-realistik Al Suyuthy juga membagi mukjizat kepada dua kelompok yaitu mukjizat hissiyah dan mikjizat aqliyyah. Mukjizat hissiyah berarti yang bisa ditangkap oleh panca indera manusia, mukjizat aqliyyah adalah mukjizat yang hanya bisa ditangkap oleh nalar manusia.

Kedua macam mukjizat ini diberikan kepada Nabi Muhammad, dan al Qur’an sendiri mengandung kedua bentuk mukjizat itu. Bahkan mukjizat ma’nawy (aqly) lebih besar porsinya disbanding mukjizat hissi. Quraish Shihab dengan menggunakan istilah yang berbeda juga membagi dua, pertama mukjizat yang bersifat material indrawi dan tidak kekal, kedua mukjizat immaterial logis dan dapat dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat dalam bentuk yang pertama terjadi pada era kenabian sebelum Muhammad SAW, berlaku pada masa itu saja dan menyangkut hal-hal yang dapat dibuktikan panca indera. Mukjizat dalam bentuk yang kedua adalah pada masa Nabi Muhammad SAW, berlaku sampai akhir zaman.

2.I’jaz al Qur’an
Berdasarkan definisi teknis di atas dalam konteks kemukjizatan al Qur’an, I’jaz al Qur’an berarti mukjizat (bukti kebenaran) yang dimiliki atau yang terdapat dalam al-Quran. Atau dengan memakai istilah lainnya dengan menjadikan al Qur’an sebagai sebuah mukjizat, maka mukjizat al Qur’an berarti pemberitaan al Qur’an tentang kekuatan dan kebenaran dirinya yang tidak dapat ditandingi oleh manusia. Dengan kekuatan dan keistimewaan al Qur’an manusia bahkan cenderung membenarkan dan mengakui apa yang diinformasikan oleh al Qur’an. Dari segi ilmu pengetahuan, misalnya Abdul Majid bin Aziz al Zindani mengartikannya dengan pengakuan dan pembuktian ilmu eksperimental terhadap informasi ilmiah yang dimuat dalam al Qur’an. Ketidaktertandingi dan ketidaktertiruan al Qur’an inilah yang disebut dengan I’jaz al Qur’an atau keajaiban al Qur’an.

Membahas I’jaz al Qur’an adalah memaparkan lebih lanjut segala aspek yang berkaitan dengan keutamaan, kesempurnaan, ketinggian, kebenaran, keajaiban al Qur’an serta segenap sifat-sifat superioritasnya sehingga al Qur’an terbukti sebagai mukjizat yang dapat melemahkan seluruh penantangnya. Dalam situasi tertentu, al Quran juga sering menantang para penentang nabi untuk membuktikan kemampuan mereka. Al Qur’an dengan keagungan dan keindahan gaya bahasanya menyatakan bahwa manusia tidak akan dapat menandinginya.

Kaum Muslim menerima wahyu dengan sepenuh hati. Mereka memandang Al Quran suci dari Allah, baik kandungan maknanya maupun bahasa dan bentuknya. Bukti bahwa Al Quran adalah firman Tuhan berada pada Al Quran sendiri, yakni antara lain terletak pada keindahan teksnya yang tidak dapat ditiru dan tidak tertandingi sehingga merupakan mukjizat. Karena itu, Al Quran bukan karya manusia, melainkan karya Tuhan. Watak Al Quran yang demikian ini disebut I'jâz .

Beberapa pengertian di atas sangat sesuai dengan pengertian al Qur’an sebagai kitab suci yang mengandung mukjizat terbesar sepanjang masa. Salah satunya defenisi yang dikemukakan Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah:
كلام الله المنزل على نبيه محمد صلى الله عليه وسلم المعجز المتعبد بتلاوته المنقول بالتواتر المكتوب في المصاحف من أول سورة الفاتحة إلى أخر سورة الناس

Artinya: (Al Qur’an) adalah kalam Allah yang diturunkan kepada nabi-Nya Muhammad SAW yang lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, diturunkan secara mutawatir, dan ditulis pada mushaf-mushaf mulai dari surat al Fatihah sampai akhir surat al Nas

C.Aspek Kemu’jizatan al Qur’an
Pada umumnya ulama, pengarang dan buku-buku yang berkaitan dengan I’jaz al Qur’an mengemukakan banyak sekali kemukjizatan yang dikandung oleh al Qur’an. Al Qurthuby (w. 256 H/ 1258 M) mengemukakan sepuluh aspek kemukjizatan al Qur’an, yaitu:

1.Aspek bahasanya yang melampaui seluruh cabang bahasa Arab.
2.Gaya bahasanya yang melampaui keindahan gaya bahasa Arab pada umumnya.
3.Keutuhannya yang tidak tertandingi
4.Aspek peraturannya yang tidak terlampaui.
5.Penjelasannya tentang hal-hal yang ghaib hanya dapat ditelusuri lewat wahyu semata.
6.Tidak ada hal yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan (science).
7.Memenuhi seluruh janjinya, baik tentang limpahan rahmat atau ancaman.
8.Pengetahuan yang dikandungnya.
9.Memenuhi keperluan dasar manusia.
10.Pengaruh terhadap qalbu manusia.

Sementara al Baqilani (w. 403 H/ 1013 M) dalam kitabnya I’jazat al Qur’an mengemukakan tiga aspek yaitu tentang 1) ke ummy-an Nabi SAW sebagai pengemban wahyu, 2) berita tentang hal yang ghaib, dan 3) tidak adanya kontradiksi dalam al Qur’an. Rusydi AM mengemukakan bahwa kemukjizatan al Qur’an terletak pada segi fashahah dan balaghah-nya, susunan dan gaya bahasanya, serta isinya yang tiada bandingannya.

Manna al Qaththan mengemukakan tiga pendapat tentang kadar kemukjizatan al Qur’an yaitu:

b.Mu’tazilah menyatakan keseluruhan al Qur’an merupakan mukjizat, bukan sebagian atau beberapa bagian saja.
c.Sebagian ulama lainnya berpendapat kemukjizatan al qur’an terletak pada sebagian ecil atau sebagian besar al Qur’an, tanpa terkait surat. Pendapat ini didasari firman Allah surat at Thur ayat 34 “Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu jika mereka orang-orang yang benar.”
d.Ulama lainnya berpendapat kemukjizatan cukup dengan satu surat lengkap, sekalipun hanya surat pendek. Atau dengan satu atau beberapa ayat.
Setelah melalui penelitian yang cermat, akhirnya Manna al Qaththan memutuskan kadar kemukjizatan al Qur’an itu mencakup tiga Aspek yaitu, aspek bahasa, aspek ilmiah dan aspek tasyri’ (penetapan hukum).

Penulis yakin, bahwa setiap pembahasan tentu akan menentukan topiknya sendiri dan menentukan fokus kajian sesuai dengan minat dan temuannya masing-masing. Berdasarkan asumsi inilah penulis mencoba (bereksperimen, mudah-mudahan tidak meleset!) membahas beberapa segi kemukjizatan al Qur’an sebagai bentuk ringkasan dari beberapa pendapat di atas terutama pendapat al Qaththan yang akn penulis kembangkan dan elaborasi lebih jauh.. Hal yang akan dibahas adalah sebagai berikut:.

1.Kefasihan dan Keindahan Bahasa Al-Qur'an
a.Kefasihan dan balaghah Al Qur’an.
Untuk menyampaikan maksud dan tujuan dalam setiap masalah, Allah swt. menggunakan kata dan kalimat yang paling lembut, indah, ringan, serasi, dan kokoh. Beberapa riwayat menuliskan bahwa tokoh-tokoh kaum musyrik seringkali secara sembunyi-sembunyi mendengarkan ayat-ayat al Qur’an yang dibaca oleh kaum muslimin.

b.Kefasihan dan balaghah Al Qur’an mempercepat tersebar Islam
Keistimewaan orang-orang Arab yang paling menonjol pada masa diturunkannya Al-Qur'an ialah ilmu Balaghah dan sastra. Puncak kemahiran mereka pada masa itu tampak ketika mereka mengadakan pemilihan bait-bait kasidah dan syair – setelah diadakan penelitian dan penilaian– yang merupakan kegiatan seni dan sastra yang paling besar. Dalam hal ini, Philip K. Hitti berkomentar, “Keberhasilan penyebaran Islam di antaranya didukung oleh keluasan bahasa Arab.
2.Dari segi Isi
a.Penuh dengan Muatan Ilmiah.
Al Qur’an diturunkan dalam rentang waktu 22 tahun 2 bulan dan 22 hari. Dalam jangka waktu yang sedikit itu al Qur’an dapat disebut sebagai gudang ilmu terbesar sepanjang masa. Banyak sekah isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Al-Quran. Misalnya diisyaratkannya bahwa "Cahaya matahari bersumber dari dirinya sendiri, sedang cahaya bulan adalah pantulan (dari cahaya matahari)" (perhatikan QS 10:5); atau bahwa jenis kelamin anak adalah hasil sperma pria, sedang wanita sekadar mengandung karena mereka hanya bagaikan "ladang" (QS 2:223); dan masih banyak lagi lainnya yang kesemuanya belum diketahui manusia kecuali pada abad-abad bahkan tahun-tahun terakhir ini.
Al-Qur'an mencakup berbagai pengetahuan, hukum-hukum dan syariat, baik yang bersifat personal maupun sosial. Untuk mengkaji secara mendalam setiap cabang ilmu tersebut memerlukan kelompok-kelompok yang terdiri dari para ahli di bidangnya masing-masing, keseriusan yang tinggi dan masa yang lama agar dapat diungkap secara bertahap sebagian rahasianya, dan agar hakikat kebenarannya bisa digali lebih banyak, meski hal itu tidak mudah, kecuali bagi orang-orang yang betul-betul memiliki ilmu pengetahuan, bantuan dan inayah khusus dari Allah swt.

Kesimpulannya, barangkali kita berasumsi –tentu mustahil– bahwa ratusan kelompok yang terdiri dari para ilmuan yang ahli di bidangnya masing-masing bekerja sama dan saling membantu itu mampu membuat kitab yang serupa dengan Al-Qur'an.
b.Kesempurnaan Syari’at dalam Al-Qur'an
Al-Qur'an secara mutlak telah diakui oleh umat Islam sebagai pedoman dalam kehidupan. Pengakuan ini didasarkan pada kelengkapan pesan-pesan dan prinsip-prinsip dasar dalam menyelenggarakan kehidupan. Hal itulah yang kemudian dieksplorasi oleh ulama, akademisi dan umat Islam untuk kemudian dijadikan sumber dalam menetapkan pelbagai cara penyelenggaraan kehidupan (Syari’at). Allah telah menjamin dan menyebutkan;

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ

Artinya: dan Kami turunkan kepadamu al Qur’an untuk menjelaskan segala sesuatu (Q.S. Al Nahl 89)

مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ

Artinya: Tidaklah Kami lupakan sesuatupun di dalam al Qur’an (Q.S. Al An’am 38)
Kesempurnaan syari’at dalam al Qur’an terletak pada universalitas hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Al Qur’an tidak mengajarkan hukum secara rinci dan parsial sebagaimana diterapkan Allah pada umat-umat terdahulu. Tujuannya adalah agar syari’at yang dikandung al-Qur’an berlaku universal, tak terbatas dimensi spatial tempat), temporal (waktu) dan topical (kasus/peristiwa).
Dengan demikian, merujuk pendapat Syekh Muhammad Ali al Sayis, kaidah (prinsip) syari’at Islam dalam al Qur’an tetap valid dan tidak perlu ada penghapusan (naskh) dan tidak perlu terkena agenda perubahan prinsip.
c.Pemberitaan Ghaib
Suatu yang tidak ditemukan dan tertandingi pada zamannya hingga sekarang adalah pemberitaan-pemberitaan gaibnya. Saat ini belum ditemukan futurolog yang dapat memprediksi masa depan dengan baik. Buku-buku seperti Megatrend 2000 (Patricia Aburdene), The Clash of Civilization (Samuel P. Huntington) dan The End of History (Francis Fukuyama) –pun salah memprediksi masa kini yang ia lakukan kurang lebih 10-20 tahun yang lalu.
Fir'aun, yang mengejar-ngejar Nabi Musa., diceritakan dalam surah Yunus. Pada ayat 92 surah itu, ditegaskan bahwa "Badan Fir'aun tersebut akan diselamatkan Tuhan untuk menjadi pelajaran generasi berikut." Tidak seorang pun mengetahui hal tersebut, karena hal itu telah terjadi sekitar 1200 tahun S.M. Nanti, pada awal abad ke-19, tepatnya pada tahun 1896, ahli purbakala Loret menemukan di Lembah Raja-raja Luxor Mesir, satu mumi, yang dari data-data sejarah terbukti bahwa ia adalah Fir'aun yang bernama Maniptah dan yang pernah mengejar Nabi Musa A.S. Selain itu, pada tanggal 8 Juli 1908, Elliot Smith mendapat izin dari pemerintah Mesir untuk membuka pembalut-pembalut Fir'aun tersebut. Apa yang ditemukannya adalah satu jasad utuh, seperti yang diberitakan oleh Al-Quran. Setiap orang yang pernah berkunjung ke Museum Kairo, akan dapat melihat Fir'aun tersebut.
d.Konsistensi Kandungan Al Qur’an
Al-Qur'an diturunkan selama 23 tahun masa kenabian Muhammad SAW., yaitu masa-masa yang penuh dengan berbagai tantangan, ujian dan berbagai peristiwa yang pahit maupun yang manis. Akan tetapi, semua itu sama sekali tidak mempengaruhi konsistensi dan kepaduan kandungan Al-Qur'an serta keindahan susunan katanya. Kepaduan dan ketiadaan ketimpangan dari sisi bentuk dan kandungannya merupakan unsur lain dari kemukjizatan Al-Qur'an. Allah swt. berfirman:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا(82)
Artinya: "Apakah mereka tidak merenungkan Al-Qur'an. Seandainya Al-Qur'an itu datang dari selain Allah, pasti mereka akan menemukan banyak pertentangan". (Qs. An Nisa: 82)
Penjelasan minimalnya, setiap manusia menghadapi dua perubahan. Pertama, pengetahuan dan pengalamannya itu akan bertambah dan berkembang. Semakin bertambah dan berkembangnya pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan kemampuannya, akan semakin mempengaruhi ucapan dan perkataannya. Sudah sewajarnya akan terjadi perbedaan yang jelas di antara ucapan-ucapannya itu sepanjang masa dua puluh tahun.
Kedua, berbagai peristiwa yang terjadi dalam kehidupan seseorang akan berdampak pada berbagai kondisi jiwa, emosi dan sensitifitasnya seperti: putus asa, harapan, gembira, sedih, gelisah dan tenang. Perbedaan kondisi-kondisi tersebut berpengaruh besar dalam cara pikir seseorang, baik pada ucapannya maupun pada perbuatannya. Dan, dengan banyak dan luasnya perubahan tersebut, maka ucapannya pun akan mengalami perbedaan yang besar. Pada hakikatnya, terjadinya berbagai perubahan pada ucapan seseorang itu tunduk kepada perubahan-perubahan yang terjadi pada jiwanya. Dan hal itu pada gilirannya tunduk pula kepada perubahan kondisi lingkungan dan sosialnya.
Kalau kita berasumsi bahwa Al-Qur'an itu ciptaan pribadi Nabi saw. sebagai manusia yang takluk kepada perubahan-perubahan tersebut, maka –dengan memperhatikan berbagai perubahan kondisi yang drastis dalam kehidupan beliau– akan tampak banyaknya kontradiksi dan ketimpangan di dalam bentuk dan kandungannya. Nyatanya, kita saksikan bahwa Al-Qur'an tidak mengalami kontradiksi dan ketimpangan itu.
Maka itu, kepaduan, konsistensi dan ketiadaan kontradiksi di dalam kandungan Al-Qur'an serta ihwal kemukjizatannya ini merupakan bukti lain bahwa kitab tersebut datang dari sumber ilmu yang tetap dan tidak terbatas, yakni Allah Yang kuasa atas alam semesta, dan tidak tunduk pada fenomena alam dan perubahan yang beraneka ragam.
3.Dari segi Ke- ummy-an Muhammad SAW
Terangkumnya semua ilmu pengetahuan dan hakikat di dalam sebuah kitab seperti ini mengungguli kemampuan manusia biasa. Akan tetapi yang lebih mengagumkan dan menakjubkan adalah bahwa kitab agung ini diturunkan kepada seorang manusia yang tidak pernah belajar dan mengenyam pendidikan sama sekali sepanjang hidupnya, serta tidak pernah - memegang pena dan kertas. Ia hidup dan tumbuh besar di sebuah lingkungan yang jauh dari kemajuan dan peradaban.
Yang lebih mengagumkan lagi, selama 40 tahun sebelum diutus menjadi nabi, Muhammad SAW tidak pernah terdengar ucapan mukjizat semacam itu. Sedangkan ayat-ayat Al-Qur'an dan wahyu Ilahi yang beliau sampaikan pada masa-masa kenabiannya memiliki metode dan susunan kata yang khas dan berbeda sama sekali dari seluruh perkataan dan ucapan pribadinya. Perbedaan yang jelas antara kitab tersebut dengan seluruh ucapan beliau dapat disentuh dan disaksikan oleh seluruh masyarakat dan umatnya. Sekaitan dengan ini, Allah swt. berfirman:
وَمَا كُنْتَ تَتْلُو مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتَابٍ وَلَا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ إِذًا لَارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ(48)

Artinya: "Dan kamu tidak pernah membaca sebelum satu bukupun dan kamu tidak pernah menulis satu buku dengan tanganmu. Karena -jika kamu pernah membaca dan menulis- maka para pengingkar itu betul-betul akan merasa ragu (terhadap Al-Qur'an)". (Qs. Al Ankabut: 48).
Tidak mungkin bagi satu orang yang ummi (tidak belajar baca-tulis sama sekali) mampu melakukan hal tersebut. Dengan demikian, kedatangan Al-Qur'an dengan segenap keistimewaan dan keunggulannya dari seorang yang ummi merupakan unsur lain dari kemukjizatan kitab suci itu.
D.Peranannya dalam memahami al Qur’an dan Penyampaian Risalah
Kemukjizatan al Qur’an sangat penting untuk memahami atau menafsirkan al Qur’an. Peran terpentingnya terletak pada status dan kapasitasnya sebagai mukjizat. karena itu sikap yang perlu ditanamkan bagi orang yang bermaksud memahami dan menafirkan al Qur’an adalah Pertama, berhati-hati terhadap tindakan tidak senonoh atau melecehkan al Qur’an. Kedua, menasirkan al Qur’an merupakan lahan ijtihadi. Kebenaran mutlak terletak pada lafadz dan makna hakiki yang dibawanya. Maka hasil penafsiran yang relative benar tidak dapat mengalahkan makna hakiki al Qur’an.
Berkaitan dengan penyampaian risalah, Pertama, Al Qur’an berfungsi menjawab tantangan yang dihadapi oleh Nabi Muhammad SAW pada masa kenabiannya. Tantangan itu tidak hanya datang pada masa kenabiannya. Hingga sekarang tidak sedikit orang yang meragukan keaslian al Qur’an. Kedua, kemukjizatan al Qur’an berfungsi melemahkan para penantang risalah kenabian. Ketiga, Kemukjizatan Al Qur’an menjadi bukti kerasulan Muhammad SAW dan ajaran yang dibawanya.
E.Penutup
Sejak diturunkan hingga sekarang selalu mendapat tantangan dan menjadi bahan yang tidak kering dibahas manusia, baik muslim ataupun kafir. Jika tantangan yang dihadapi oleh nabi-nabi terdahulu dianggap telah selesai dengan kehadiran nabi terkhir Muhammad SAW, maka dalam statusnya sebagai kitab suci terakhir dari bagi umat terakhir (Islam), maka al Qur’an akan senantiasa mendapat tantangan. Akan tetapi al Qur’an dengan watak mukjizatnya akan selalu eksis dalam menjawab seluruh tantangan.

Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah: "Setiap rasul selalu dikaruniai kemukjizatan, sehingga karenanya ummatnya akan mempercayainya. Tetapi mukjizat yang diturunkan Allah padaku adalah wahyu ilahi yang akan menjadikan jumlah pengikutku akan melampaui pengikut para rasul lainnya kelak di hari kiamat".
Wallahu a’lam bi al Shawab (Mei2007/R. Akhir 1428H)
DAFTAR Bacaan
Al Qur’an al Karim
Ali, K., Sejarah Islam, Tarikh Pra Modern, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003
AM, Rusydi, Ulum al Qur’an I, Padang, IAIN IB Press, 1999
Anwar, Rosihon, Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2006
Beik, Khudhari, Tarikh al Tasyri’ al Islami, terj. Mohammad Zuhri Bandung: Rajamurah al Qana’ah, 1980
Denffer, Ahmad von, Ilmu Al Qur’an: Pengenalan Dasar. Diterjemahkan dari buku asli berjudul Ulum Al Qur’an: An Introduction to the Science of Al Qur’an oleh A. Nashir Budiman Jakarta: Rajawali Pers, 1988
Hitti, Philip K., History of the Arabs, London: Macmillan, 1970
al Qaththan, Manna’, Mabahis fi Ulum al Qur’an, ttp.: Mansyurat al ‘Ashr al Hadis, 1973
Nawfal, Abdurrazaq, Al-Ijaz Al-Adabiy li Al-Qur'an Al-Karim, http://van.9f.com, diakses 22/04/2007 13:54:10
Sarbini, P. Peter B., SVD Jurnal Aditya Wacana, Januari-Juli 2002
al Sayis, Syekh Muhammad Ali, Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam, Jakarta: AKAPress, 1996
al Shalih, Subhi, Mabahis fi Ulum al Qur’an, Beirut: Dar al Ilm Li al Malayin, 1988
Al Shabuni, Muhammad Ali, Pengantar Ilmu-ilmu al Qur’an, alih bahasa Saiful Islam, Surabaya: al Ikhlas, 1983
Shihab, M. Quraish dkk., Sejarah dan Ulumul Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001
Toynbee,A.J., A Study of History Vol XII: Reconsiderations Oxford University Press 1961
al Zindani, Abd. Majid bin Aziz, Mukjizat Ilmiah dalam Al Qur’an dan Al Sunnah, artikel dalam Mukjizat Al Qur’an dan Al Sunnah tentang IPTEK, Jakarta: Gema Insani Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda Pengunjung Yang Ke