AKTIF PERKULIAHAN SEMESTER GENAP MULAI TANGGAL 10 FEBRUARI 2013 SEMUA MAHASISWA DIWAJIBKAN JARIAH UNTUK MASJID KAMPUS SEBESAR 150.000 BISA DIANGSUR 2 SEMESTER

Senin, 04 Juli 2011

Hikmah Diturunkannya Al-Qur’an Dengan Tujuh Huruf


Jadi, qira’ah itu ialah cara membaca ayat-ayat al-Qur’an yang berupa wahyu Allah Swt, dipilih oleh seorang imam ahli qira’ah, berbeda dengan cara ulama’ lain, berdasarkan riwayat-riwayat mutawatir sandanya dan selaras dengan kaidah-kaidah bahasa Arab serta cocok dengan bacaan terhadap tulisan al-Qur’an yang terdapat dalam salah satu mushaf ‘Utsman.
F. Hikmah Diturunkannya Al-Qur’an Dengan Tujuh Huruf
Hikmah yang dapat diambil dengan kejadian turunnya Al-Qur’an dengan tujuh huruf adalah sebagai berikut:
  1. Mempermudah ummat Islam khususnya bangsa Arab yang dituruni Al-Qur’an sedangkan mereka memiliki beberapa dialeks (lahjah) meskipun mereka bisa disatukan oleh sifat ke-Arabannya.
  2. Sebagai mukjizat al-Qur’an dari sisi lughawi (bahasa) bagi bangsa Arab. Karena beragamnya dialek diantara suku-suku Arab.
  3. Mukjizat al-Qur’an dari segi makna dan penggalian hokum. Karena berubahnya bentuk lafaz dalah sebagaian huruf akan menghasilkan produk hukum yang dapat berlaku dalam setiap masa
  4. Menyatukan ummat Islam dalam satu bahasa yang disatukan dengan bahasa Quraisy yang tersusun dari berbagai bahasa pilihan dikalangan suku-suku bangsa Arab yang berkunjung ke Makkah pada musim haji dan lainnya.
G. Mengenal Qira’ah
Berdasarkan etimologi (bahasa), qira>at jamak dari qira>`ah, yang merupakan isim mas{dar dari qara>`a. Qiro’ah artinya bacaan. Sedangkan menurut terminologi (istilah), sebagaimana yang dikemukakan imam al-Zarqa>ni> dalam bukunya Mana>h{il al-’Irfa>n , sebagi berikut:
وفـي الاصطلاح مذهب يذهب إلـيه إمام من أئمة القراء مخالفاً به غيره فـي النطق بالقرآن الكريم، مع اتفاق الروايات والطرق عنه.
” Qira’ah ialah suatu cara membaca al-Qur’a>n yang dipilih oleh salah seorang imam ahli qira’ah, yang berbeda dengan cara orang lain dalam mengucapkan al-Qur’a>n al-Kari>m, sekalipun riwayat (sanad) dan jalannya sama “.
Imam Ibnu al-Jauzi> dalam kitabnya Munjid al-Muqri’i>n mendefinisikan qira’ah sebagaimana berikut :
القراءات علـم بكيفـيات أداء كلـمات القرآن واختلافهما
“Qira’ah adalah ilmu mengenai cara mengucapkan kalimat-kalimat al-Qur’a>n dan perbedaan-perbedaannya”.
Imam al-Zarkassi dalam bukunya al-Burha>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n mengingatkan bahwa al-Qira>’ah (bacaan) itu berbeda dengan al-Qur’a>n (yang dibaca). Keduanya merupakan dua fakta yang berlainan. Sebab, al-Qur’a>n adalah wahyu Allah swt yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw untuk menjadi keterangan dan mukjizat. Sedangkan qira’ah ialah perbedaan cara membaca lafaz-lafaz wahyu tersebut di dalam tulisan huruf-huruf yang menurut Jumhu>r cara itu adalah mutawa>tir.
Jadi, qira’ah itu ialah cara membaca ayat-ayat al-Qur’a>n yang berupa wahyu Allah swt, dipilih oleh seorang imam ahli qira’ah, berbeda dengan cara ulama’ lain, berdasarkan riwayat-riwayat mutawa>tir sandanya dan selaras dengan kaidah-kaidah bahasa Arab serta cocok dengan bacaan terhadap tulisan al-Qur’a>n yang terdapat dalam salah satu mushaf ‘U{sma>n.
H. Sejarah Timbulnya Qira’ah
Periodesasi Qurra’ adalah sejak zaman sahabat sampai dengan masa tabi’i>n. Orang-orang yang menguasai al-Qur’a>n ialah yang menerimanya dari orang-orang yang dipercaya dan dari imam demi imam yang akhirnrnya berasal dari nabi Muhammad saw. Sedangkan mushaf-mushaf tersebut tidak bertitik dan berbaris, dan bentuk kalimat di dalamnya mempunyai beberapa kemungkinan berbagai bacaan. Kalau tidak, maka kalimat itu harus ditulis dengan satu wajah yang lain. Kalangan sahabat sendiri berbeda-beda dalam pengambilannya dari nabi Muhammad saw. Sahabat nabi Muhammad saw terdiri dari beberapa golongan, tiap-tiap golongan mempunyai lahjah (bunyi suara atau sebutan) yang berlainan satu sama lainnya. Manakala mereka menyebut pembacaan atau membunyikan dengan lahjah yang tidak mereka biasakan, suatu hal yang menyukarkan. Maka untuk mewujudkan kemudahan, Allah yang Maha Bijaksana menurunkan al-Qur’a>n dengan lahjah-lahjah yang biasa dipakai oleh golongan Quraish dan oleh golongan-golongan yang lain di tanah Arab. Oleh karena demikian, jadilah bagi al-Qur’a>n beberapa rupa (macam) bunyi lahjah.
Diantara para sahabat yang terkenal mengajartkan qiraat ialah Ubai, ‘Ali>, Zaid bin S{a>bit, ibn Mas’u>d, Abu> Mu>sa> al-Ash’ari> dan lain-lain. Segolongan sahabat mempelajari qiraat dari Ubai, diantarnya Abu> Hurairah, Ibn Abba>s, dan Abdullah bin Sa’ib. Ibnu Abba>s juga belajar pada Zaid. Dari mereka itulah sebagian besar sahabat dan tabi’in di berbagai Negara belajar qiraat. Mereka itu semuanya bersandar kepada nabi Muhammad saw sampai dengan datangnya masa tabi’in pada permulaan abad ke-2 H. kemudian kepada para sahabat itulah sebagian besar tabi’in di setiap negeri mempelajari qiraat.
Diantara para tabi’in tersebut ada yang tinggal di Madinah yaitu ibnu Musayyab, ‘U{rwah, Sali>m, ‘Umar bin Abdul Azi>z, Sulaima>n dan ‘Aja’ –keduanya putra Yasar–, Mu’a>z{ bin H{a>ris} yang terkenal dengan Mu’a>z{ al-Qa>ri’, Abdurrah{man bin Hurmuz al-A’raj, Ibn Shiha>b al-Zuhri>, Muslim bin Jundab dan Zaid bin Aslam. Yang tinggal di Makkah adalah: ‘Uba>d bin ‘Umar, ‘Ata>’ bin Abu> Raba>h, T}a>wus, Muja>hid, ‘Ikri>mah dan ibn ‘Abu> Mali>kah. Tabi’in yang tinggal di Kufah ialah : ‘Alqamah, al-Aswad, Mashru>q, ‘Ubaidah, ‘Amr bin Syurahbil, al-H{a>ris bin Qais, ‘Amr bin Maimu>n, Abu> Abdurrahman al-Sulami, Sa’id bin Ja>bir, al-Naha>’i, dan al-Sha’bi. Adapun yang tinggal di Basrah ialah Abu> ‘Aliyah, Abu> Raja>’, Nasr bin ‘A<s{im, Yahya bin Ya’mar, al-H{asan, Ibn Si>rin dan Qatadah, Sedang yang tinggal di Syam ialah al-Mughi>rah bin Abu> Shiha>b al-Mahzu>mi> dan khalifah bin Sa’ad sahabat Abu> Darda’. Tidak diragukan lagi bahwa penguasaan tentang riwayat dan penerimaan merupakan pedoman dasar dalam bab Qira’ah dan al-Qur’a>n.
Ketika mengirim al-Qur’a>n adatau mushaf-mushaf keseluruh penjuru kota, khlifah ‘Usma>n r.a mengirimkan pula para sahabat yang memiliki cara membaca tersendiri dengan masing-masing mushaf yang diturunkan setelah para sahabat berpencar keseluruh daerah dengan bacaan yang dibawa oleh para sahabat tersebut. Dengan demikian, beraneka ragamlah pengambilan para tabi’ain. Sehingga masalah ini bisa menimbulkan imam-imam Qari’ yang mashur yang berkecimpung di dalamnya, dan mencurahkan segalanya untuk qira’at dengan memberi tanda-tanda seta menyebarluaskannya. Itulah sejarah singkat timbulnya qira’ah dan macam-macamnya.
I. Macam-macam Qira>’at
Qira>’at ada macam-macam jenisnya. pendapat tentang qira>’at itu sendiri juga sangatlah beragam dan semua pendapat tersebut sangatlah berbobot seperti yang tertera di bawah ini. Pengarang kitab al-Itqa>n menyebutkan macam-macam qira>’at itu ada yang Mutawa>tir, Mashhu>r, Shadh, Ah{ad, Maud{u’ dan Mudarraj. Sedangkan Qad{i> Jala>l al-Di>n al-Bulqi>ni mengatakan: Qira>’at itu terbagi ke dalam: Mutawa>tir, Ah{ad dan Shadh.
Yang mutawatir adalah qira’at tujuh yang mashur. Yang ahad adalah qira>’at tsala>thah (tiga) yang menjadi pelengkap qira’ah ‘ashrah (sepuluh), yang kesemuanya dipersamakan dengan qira’at para sahabat. Adapun qira’at yang shadh ialah qira’at para tabi’in seperti qira’at A’masy, Yah{ya ibnu Wathab, Ibnu Jubair dan lain-lain.
Imam as-Suyut}i mengatakan bahwa kata-kata di atas perlu ditinjau kembali. Yang pantas untuk berbicara dalam bidang ini adalah tokoh qurra’ pada masanya yang bernama Shaikh Abu> al-Khair ibnu al-Jazari dimana beliau mengatakan dalam muqaddimah kitabnya al-Nashr: “Semua qira’at yang sesuai dengan bacaan Arab walau hanya satu segi saja dan sesuai dengan salah satu mushhaf ‘Usmani walaupun hanya sekedar mendekati serta sanadnya benar maka qira’at tersebut adalah s{ah{ih} (benar), yang tidak ditolak dan haram menentangnya, bahkan itu termasuk dalam bagian huruf yang tujuh dimana al-Qur’a>n diturunkan. Wajib bagi semua orang untuk menerimanya baik timbulnya dari imam yang tujuh maupun dari yang sepuluh atau lainnya yang bisa diterima. Apabila salah satu persyaratan yang tiga tersebut di atas tidak terpenuhi maka qira’at itu dikatakan qira’at yang syadz atau batil, baik datangnya dari aliran yang tujuh maupun dari tokoh yang lebih ternama lagi. Inilah pendapat yang benar menurut para muhaqqiq dari kalangan salaf maupun khalaf.
Adapun tujuh Qa>ri’ yang mashur adalah :
1. Ibnu ‘Amir
Nama lengkapnya adalah Abdullah al-Yahsubi seorang qadhi di Damaskus pada masa pemerintahan Walid ibnu Abdu al-Mali>k. Pannggilannya adalah Abu> ‘Imra>n. Dia adalah seorang tabi’in, belajar qira’at dari al-Mughi>rah ibnu Abi> Shiha>b al-Mahzu>mi dari ‘Us{ma>n bin ‘Affa>n dari Rasulullah saw. Beliau Wafat di Damaskus pada tahun 118 H. Orang yang menjadi murid, dalam qira’atnya adalah Hisha>m dan Ibnu Dhakwa>n.
Dalam hal ini pengarang al-Sha>t{i>bi> mengatakan: “Damaskus tempat tinggal Ibnu ‘Amir, di sanalah tempat yang megah buat Abdullah. Hisham adalah sebagai penerus Abdullah. Dhakwa>n juga mengambil dari sanadnya.
2. Ibnu Kathïr
Nama lengkapnya adalah Abu> Muh{ammad ‘Abdullah Ibnu Kathi>r al-Dari> al-Makki>, ia adalah imam dalam hal qira’at di Makkah, ia adalah seorang tabi’in yang pernah hidup bersama shahabat ‘Abdullah ibnu Jubair. Abu> Ayyu>b al-Ans{a>ri> dan Anas ibnu Ma>lik, dia wafat di Makkah pada tahun 120 H. Perawinya dan penerusnya adalah al-Ba>zi> wafat pada tahun 250 H. dan Qunbul wafat pada tahun 291 H.
Al-Sha>t{i>bi> mengemukakan: “Makkah tempat tinggal Abdullah. Ibnu Kathi>r panggilan kaumnya. Ahmad al-Ba>zi> sebagai penerusnya. Juga….. Muh{ammad yang disebut Qumbul namanya.
3. ‘As{i>m al-Ku>fi>
Nama lengkapnya adalah ‘As{i>m ibnu Abi> an-Nujud al-Asadi>. Disebut juga dengan Ibnu Bahdalah. Panggilannya adalah Abu> Bakar, ia adalah seorang tabi’in yang wafat pada sekitar tahun 127-128 H di Kufah. Kedua Perawinya adalah; Shu’bah wafat pada tahun 193 H dan H}afs{ah wafat pada tahun 180 H.
Kitab Sha>t{i>bi> dalam sya’irnya mengatakan: “Di Kufah yang gemilang ada tiga orang. Keharuman mereka melebihi wangi-wangian dari cengkeh Abu> Bakar atau As{im ibnu Iyasi> panggilannya. Shu’ba perawi utamanya lagi terkenal pula si Hafs yang terkenal dengan ketelitiannya, itulah murid Ibnu Iya>si> atau Abu> Bakar yang diridhai.
4. Abu Amr
Nama lengkapnya adalah Abu ‘Amr Zabba>n ibnu al-’Ala’ ibnu Amma>r al-Bas{hri>, seorang guru besar pada rawi. Disebut juga sebagai namanya dengan Yah{ya, menurut sebagian orang nama Abu> Amr itu nama panggilannya. Beliau wafat di Kufah pada tahun 154 H. Kedua perawinya adalah al-Du>ri> wafat pada tahun 246 H. dan al-Susi> wafat pada tahun 261 H.
Al-Shatibi mengatakan: “Imam Mazini> dipanggil orang-orang dengan nama Abu ‘Amr al-Bas{ri>, ayahnya bernama ‘Ala, Menurunkan ilmunya pada Yahya al-Yazi>di>. Namanya terkenal bagaikan sungai Evrat. Orang yang paling saleh diantara mereka, Abu> Shua’ib atau al-Susi berguru padanya.
5. H}amzah al-Ku>fi>
Nama lengkapnya adalah H{amzah Ibnu Habi>b Ibnu ‘Ima>rah al-Zayya>t al-Fard{i> al-Thaimi> seorang bekas hamba ‘Ikrimah ibnu Rabi’ at-Taimy, dipanggil dengan Ibnu ‘Imarh, wafat di Hawan pada masa Khalifah Abu> Ja’far al-Mans{u>r tahun 156 H. Kedua perawinya adalah Khalaf wafat tahun 229 H. Dan Khallad wafat tahun 220 H. dengan perantara Sali>m.
Sha>tibi> mengemukakan: “H}amzah sungguh Imam yang takwa, sabar dan tekun dengan Al-Qur’a>n, H{alaf dan Khallad perawinya, perantaraan Sali>m meriwayatkannya.
6. Imam Na>fi’.
Nama lengkapnya adalah Abu> Ruwaim Na>fi’ ibnu Abdurrahman ibnu Abi> Na’i>m al-Laithi>, asalnya dari Isfahan. Dengan kemangkatan Na>fi’ berakhirlah kepemimpinan para qari di Madinah al-Munawwarah. Beliau wafat pada tahun 169 H. Perawinya adalah Qa>lu>n wafat pada tahun 12 H, dan Warasi> wafat pada tahun 197 H.
Syaikh Sha>t{ibi> mengemukakan: “Na>fi’ seorang yang mulia lagi harum namanya, memilih Madinah sebagai tempat tinggalnya. Qo>lu>n atau Isa dan Uthma>n alias Warasi>, sahabat mulia yang mengembangkannya.
7. Al-Kisa>iy
Nama lengkapnya adalah ‘Ali>> Ibnu H}amzah, seorang imam nahwu golongan Kufah. Dipanggil dengan nama Abu> al-Hasan, menurut sebagiam orang disebut dengan nama Kisa>iy karena memakai kisa pada waktu ihram. Beliau wafat di Ranbawiyyah ketika ia dalam perjalanan ke Khura>sa>n bersama ar-Rashi>d pada tahun 189 H. Perawinya adalah Abu> al-H{a>rits wafat pada tahun 424 H, dan al-Du>ri> wafat tahun 246 H.
Sha>t{ibi> mengatakan: “Adapun Ali panggilannya Kisa>iy, karena kisa pakaian ihramnya, Laith Abu> al-H}a>ris perawinya, Hafsah al-Du>ry hilang tuturnya.
Sedangkan yang disebut Qira’ah Ashrah adalah qira’ah yang disandarkan kepada sepuluh orang ahli qira’ah, yaitu tujuh orang yang tersebut dalam qira’ah sab’ah ditambah dengan tiga orang lagi, yaitu:
- Abu> Ja’far Yazi>d Ibnu al-Qa’qa al-Qa>ri (wafat 130 H.) di Madinah.
- Abu> Muh{amamad Ya’qub bin Isha>q al-Hadari (wafat 205 H.) di Basrah.
- Abu> Muh}ammad Khalaf bin Hisha>m al-’Amasyy (wafat 229 H.)
Selain yang disebutkan di atas, juga ada dikenal dengan qiraat Arba’a ‘Ashrata, yaitu qiraah yang disanadkan kepada 14 orang ahli qira’ah yang mengajarkannya. 14 orang ahli qira’ah tersebut ialah 10 orang ahli qira’ah ‘asrah ditambah empat orang ahli qira’ah yang lain. Empat orang itu adalah sebagai berikut :
- H{asan al-Bas{ri> (wafat 110 H.) dari Basrah.
- Ibnu Muhaish (wafat 123 H.)
- Yahya Ibnu al-Muba>rok (wafat 202 H.) dari Baghdad.
- Abu> al-Faraj Ibnu Ah}mad al-Sambuzi (wafat 388 H.)
J. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1.  
    1. Maksud dari al-Ah}ruf al-Sab’ah masih diperdebatkan dikalangan para ulama’, karena tidak adanya nash yang sarih tentang makna sebenarnya al-Qur’a>n diturunkan dalam tujuh huruf.
    2. Dari lima pendapat tentang maksud tujuh huruf, yang paling dekat kebenarannya adalah pendapat keempat.
    3. Perbedaan-perbedaan dialek (lahjah) itu membawa konsekuensi lahirnya bermacam-macam bacaan (qira’ah) dalam melafalkan al-Qur’a>n. Dengan melihat beragamnya dialek, sebenarnya bersifat alami (natural), artinya tidak dapat dihindari lagi. Oleh karena itu, Rasulullah saw. sendiri membenarkan pelafalan al-Qura>n dengan berbagai macam-macam qira’at.
    4. Qira’ah Sab’ah adalah Qira’at yang dinisbatkan kepada imam yang tujuh dan masyhur.
    5. Tujuh imam yang masyhur adalah : Na>fi>`, Ibnu Kathi>r, Abu> Amr, Ibnu ‘Amir, ‘As{im, H}amzah dan Kisa`i.
Manna’ al-Qattan, Maba>hith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n. 169
Ibnu Mandur, Lisan al-’Arab, (Beirut: Dar Sadir,tt). CD.Mausu’ah al-Mafahim.
Muhammad Abdul ‘Adhim al-Zarqani, Manahil al-’Irfan, juz. 1. 489.
Ibid.
Abdul Jalal H.A., Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 1998). 328
Hasbi Ash-Siddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/Tafsir, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990). 76.
Manna’ al-Qattan, Maba>hith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n. 170.
Jala>l al-Di>n al-Suyut{i>, al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n, juz. 1. 75
Ibid.
Manna>’ al-Qatt{a>n, Maba>hith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n. 180-185. Lihat juga, Muhammad Abdul ‘Az{i>m al-Zarqa>ni>, Mana>hil al-’Irfa>n, juz. 1., 535-544.
Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda Pengunjung Yang Ke