Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk mengembangkan
kemampuan siswa untuk memperteguh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa serta berakhlak mulia/ berbudi pekerti luhur dan menghormati
penganut agama lain.[1]Menurut
Direktorat pembinaan Pendidikan Agama Islam pada sekolah
umum(Ditbinpaisum), Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar berupa
bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai
pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta
menjadikannya sebagai pandangan hidup (way of life).[2]
98]
Pengertian pendidikan Agama Islam yang lebih lengkap dijelaskan dalam kompetensi Dasar Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, menghayati hingga mengimani, bertakwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber-sumbernya kitab suci al-Qur’an dan al-Hadits melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta menggunakan pengalaman.[3] Terkait konsep peningkatan pendidikan Islam dalam al-Qur’an dapat kita temukan dalam banyak ayat, dan kiranya membutuhkan pembahasan yang luas, karena itu penulis hanya akan mengupas konsep peningkatan pendidikan Islam yang termaktub dalam Surat al-‘Alaq 1-8:
1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
6. Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,
7. karena Dia melihat dirinya serba cukup.
8. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu).
[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.
1. Makna iqro’ secara lughotan /Etimologi-Leksiografis (menurut bahasa , menurut kamus), Kata iqro’ dalam bahasa Arab adalah berbentuk fi’lul Amr / kata perintah / affirmative dari kata qoro’a –yaqro’u-iqro’-qiroatan. Adapun secara leksiografis (makna menurut kamus bahasa), dalam kamus “Lisanul Arob” ibnu Mandhur menyebutkan :
والأصل في هذه اللفظة : الجمع, وكل شئ جمعته فقد قرأته
Bahwa asal lafadh iqra’ (makna yang memayungiya ) bermakna : “menghimpun / mengumpulkan”.
ومعنى القران معنى الجمع, وسمي قرأنا لأنه يجمع السور, فيضمها.
وقرأت الشئ قرآنا : جمعته وضممت بعضه الى بعض.
Adapun makna lainnya adalah :
1.Mengucapkan / melafadhkan
2.Menyampaikan
3.Mempelajari
4.Mengeraskan bacaan (sekiranya didengar oleh orang lain)
5. aktifitas membaca yang bernilai ibadah
6.Memahami /mengerti (tafaqqoha)
7.Menyampaikan (salam ) dari orang lain
8.Hamil/mengandung
DR. M.Quraish Shihab menyebutkan :
Kata iqro’ yang terambil dari kata qara’a, pada mulanya berarti “menghimpun”.Apabila anda merangkai huruf atau kata kemudian anda mengucapkan rangkaian tersebut, anda telah menghimpunnya.Atau dalam bahasa Al-Qur’an, Qara’tahu Qira’atan.
Arti asal kata ini menunjukkan bahwa iqro’, yang diterjemahkan dengan “bacalah”, tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis yang dibaca, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh oranglain. Karenanya anda dapat menemukan, dalam kamus-kamus bahasa, beraneka ragam arti dari kata tersebut-antara lain :
1. Menyampaikan,
2. Menelaah
3. Membaca
4. Mendalami
5. Meneliti
6. Mengenal cirri-cirinya, dan sebagainya
Yang kesemuanya dapat dikembalikan kepada hakekat “menghimpun” yang merupakan arti akar kata tersebut”.[4]
II. PEMAHAMAN AYAT 1-8 QS. AL-‘ALAQ
Inspirasi pemahaman :
1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
1)Bacalah (lakukan proses “menghimpun” informasi dan kesadaran) dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan (apa saja)-kekuasaan Alloh maha menciptakan apa saja yang ada.-Bacalah agar engkau tahu bahwa Alloh itu sangat / maha kuasa (kekuasaannya obsolut tak terbatas), diantara kekuasaanNya adalah bahwa Dia adalah Maha menciptakan (apa saja).
APA YANG DIBACA ?
Karena kata Iqro’ (bacalah olehmu Muhammad) tidak dikuti maf’ul bih (obyek yang dibaca), maka yang dibaca adalah apa saja (ayat-ayat Alloh).Beda dengan ayat : iqro’ kitaabaka,atau ayat : Wa iidzaa Qoro’tal Qur’aana.
Obyek yang “dibaca “ adalah : ayat kauniyyah dan ayat Qouliyyah.Karena membaca adalah : belajar, ber-tafakkur.Seperti disebut dalam QS Ali Imron tentang cirri-ciri Ulul Albab:
189. kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu.
190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.
2) Lalu secara khusus Alloh menyebutkan sebagai Dzat yang menciptakan manusia (ini menunjukkan bahwa manusia adalah).
-Makhluk mulia, karena disebut secara khusus.
-Pemeran utama” dalam sandiwara di dunia ini, lainnya adalah “Pemeran pembantu”, bahkan kadang hanya sebagai “pelengkap penderita” akibat polahe manungso.
Tapi ditunjukkan pula bahwa proses pembentukan manusia itu “hanya” dari segumpal darah yang hina ) agar manusia sadar bahwa dia sangat tergantung kepada Tuhannya yang menciptakannya ( karakter manusia (insane) itu : ora klalen, mendheles, kufur, nikmat (kafuuron, kaffaron), banyak berbuat dholim (dholuuman), sangat bodoh alias yang diketahui dan yang tidak diketahuinya lebih banyak yang tidak diketahuinya (jahuulan) dan ngeyel (aktsaro syai’in jadalan), seneng repot (fii kabad) kepada Allah) :
(96.2). Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3) lalu Allah membandingkan kedudukan Allah yang paling mulia dibanding manusia yang diciptakan dari segumpal darah tadi :
(96.3). Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
Teruskan proses “Menghimpun” informasi dan kesadaran itu agar manusia mengetahui “sopo siro sopo ingsun” (manusia sebagai “ yang diciptakan” dengan Allah “yng menciptakan”)
III.TUJUAN MEMBACA :
Agar manusia “tahu dan sadar “siapa Allah ( sebagai pencipta, penguasa kita dengan segala asma’ul HusnaNya, sifat-sifatNya, dan Af’aal-Nya), dan agar kita “tahu diri” alias rumongso –Ngerti sopo siro sopo insun”.
Secara khusus Alloh dalam ayat ini menyebut dirinya sebagai al-Akrom (yang artinya : maha (paling) mulia, maha pemurah /Dermawan ) ini juga sindiran tentang “hina dan rendahnya sifat-sifat manusia” serta kebakhilan manusia”.
4. Diantara kemuliaan (kedermawanan) Allah adalah bahwa dia mengajari manusia dengan al-qolam :
(96.4). yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.
5. Dan dia mengajari manusia sesuatu yang sebelumnya tidak dia ketahui :
(96.5). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dengan perantara al-qolam, Alloh mengajari manusia sesuatu yang tidak diketahuinya.
Disini manusia diingatkan lagi bahwa hakekatnya pengetahuan yang diperoleh manusia “, meski dia diwajibkan mencarinya (tholabul ‘ilmi fariidlotun….) adalah hasil pembelajaran dari Allah (ilmu yang diperolehnya adalah dari Allah , ojo diaku milik dan semata hasil usahane manungso dewe!), ini yang dicontohkan oleh para malaikat dalam QS. Al Baqoroh : 31-32)
(2.31). dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!”
(2.32). mereka menjawab: “Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[35].”
[35] Sebenarnya terjemahan hakim dengan Maha Bijaksana kurang tepat, karena arti hakim Ialah: yang mempunyai hikmah. Hikmah ialah penciptaan dan penggunaan sesuatu sesuai dengan sifat, guna dan faedahnya.di sini diartikan dengan Maha Bijaksana karena dianggap arti tersebut hampir mendekati arti Hakim.
Dalam tafsir Ath Thobari disebutkan bahwa Qotadah (seorang ulama dari generasi tabi’in, kalau tidak salah murid Ibnu Abbas) berkata :
عن قتادة اقرأ باسم ربك الذي خلق قرأ حتى بلغ علم بالقلم قال : القلم: نعمة من الله عظيمة, لولا ذلك لم يقم, ولم يصلح عيش.(تفسير الطبري, جزء 30, ص.254 , سورة العلق: 1[5]
6) Alloh mengingatkan kepada manusia proses kejadian dirinya dari segumpal darah yang hina , dan membandingkan dengan jasa dan kedudukan Alloh yang maha mulia dan pemurah, disebabkan karena manusia mempunyai untuk berbuat Thogho (melebihi batas / ada bakat untuk jadi kurang ajar ):
كلا إن الإنسان ليطغى
(96.6) Ketahuilah !sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,
7) Diantara sebab kurang ajarnya adalah jika dia merasa cukup (wis sugih) :
أن رآه استغنى
(96.7) Karena dia melihat dirinya serba cukup,
8) Maka Alloh mengingatkan kembali bahwa semua manusia akan dikembalikan kepada Alloh dengan LPJ yang ditanyakan oleh Alloh :
إن إلى ربك الرجعى
(96.8) Sesungguhnya hanyalah kepada Tuhan-Mulah kembalimu
IV. INFORMASI DARI AL-QUR’AN
1. Kata “qoro’a”, terulang 3 kali dalam al-Qur’an, yaitu pada QS. (17) : 15, dan QS. (96) : 1 & 3.
2. Sedang kata jadian dari akar kata “Qoro’a” tersebut , dalam berbagai variasi bentukny terulang dalam 17 kali, selain kata al-Qur’an (Qoro’a al Qur’an ) yang terulang 70 kali
3. Obyek membaca pada ayat-ayat yang gunakan akar kata “Qoro’a berbeda-beda :
-Kadang menyangkut sesuatu bacaan yang bersumber dari Alloh (yaitu al-Qur’an dan kitab suci sebelumnya) ,misal dalam QS. (17) : 45 dan (10) : 94
-Kadang adalah kitab yang merupakan himpunan karya manusia atau bukan bersumber dari Alloh, misalnya : Q.S
4. Beda antara “Qoro’a-Qiro’atan” dengan “talaa-tilawatan”, walau sama-sama berarti membaca .Bedanya : (17) : 14
-“Talaa-tilawatan” digunakan untuk membaca sesuatu yang sifatnya suci (sacral) dan pasti benar, missal: Q.S. (2) : 252, dan QS. (5) : 27
-“Qoro’a-Qiro’atan”, bersifat lebih umum, apalagi dalam Q.S Al-‘Alaq tidak disebutkan obyeknya(maf’ul bih-nya) jadi obyek bacaannya adalah bacaan apa saja , baik yang tersurat maupun yang tersirat.
5. Selain ikhlas sebagai modal membaca, penting untuk memilih bahan bacaan yang pas yaitu mengantarkan kepada pemahaman yang tidak bertentangan dengan “nama Allah”. Maka selanjutnya : Iqra’ wa robbukal akrom.[6]
V. KESIMPULAN
Dalam surat al-Alaq 1-8 mengungkapkan tentang pentingnya membaca sebagai wahana peningkatan pendidikan Islam, membaca dalam konteks ini luas maknanya. Dan dengan melakukan penerapan atas konsep iqro’ ini manusia akan memperoleh banyak pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan di dunia dan akherat.Dan secara otomatis tercapainya tujuan pendidikan Islam
VI. DAFTAR PUSTAKA
98]
Pengertian pendidikan Agama Islam yang lebih lengkap dijelaskan dalam kompetensi Dasar Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, menghayati hingga mengimani, bertakwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber-sumbernya kitab suci al-Qur’an dan al-Hadits melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta menggunakan pengalaman.[3] Terkait konsep peningkatan pendidikan Islam dalam al-Qur’an dapat kita temukan dalam banyak ayat, dan kiranya membutuhkan pembahasan yang luas, karena itu penulis hanya akan mengupas konsep peningkatan pendidikan Islam yang termaktub dalam Surat al-‘Alaq 1-8:
1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
6. Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,
7. karena Dia melihat dirinya serba cukup.
8. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu).
[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.
1. Makna iqro’ secara lughotan /Etimologi-Leksiografis (menurut bahasa , menurut kamus), Kata iqro’ dalam bahasa Arab adalah berbentuk fi’lul Amr / kata perintah / affirmative dari kata qoro’a –yaqro’u-iqro’-qiroatan. Adapun secara leksiografis (makna menurut kamus bahasa), dalam kamus “Lisanul Arob” ibnu Mandhur menyebutkan :
والأصل في هذه اللفظة : الجمع, وكل شئ جمعته فقد قرأته
Bahwa asal lafadh iqra’ (makna yang memayungiya ) bermakna : “menghimpun / mengumpulkan”.
ومعنى القران معنى الجمع, وسمي قرأنا لأنه يجمع السور, فيضمها.
وقرأت الشئ قرآنا : جمعته وضممت بعضه الى بعض.
Adapun makna lainnya adalah :
1.Mengucapkan / melafadhkan
2.Menyampaikan
3.Mempelajari
4.Mengeraskan bacaan (sekiranya didengar oleh orang lain)
5. aktifitas membaca yang bernilai ibadah
6.Memahami /mengerti (tafaqqoha)
7.Menyampaikan (salam ) dari orang lain
8.Hamil/mengandung
DR. M.Quraish Shihab menyebutkan :
Kata iqro’ yang terambil dari kata qara’a, pada mulanya berarti “menghimpun”.Apabila anda merangkai huruf atau kata kemudian anda mengucapkan rangkaian tersebut, anda telah menghimpunnya.Atau dalam bahasa Al-Qur’an, Qara’tahu Qira’atan.
Arti asal kata ini menunjukkan bahwa iqro’, yang diterjemahkan dengan “bacalah”, tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis yang dibaca, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh oranglain. Karenanya anda dapat menemukan, dalam kamus-kamus bahasa, beraneka ragam arti dari kata tersebut-antara lain :
1. Menyampaikan,
2. Menelaah
3. Membaca
4. Mendalami
5. Meneliti
6. Mengenal cirri-cirinya, dan sebagainya
Yang kesemuanya dapat dikembalikan kepada hakekat “menghimpun” yang merupakan arti akar kata tersebut”.[4]
II. PEMAHAMAN AYAT 1-8 QS. AL-‘ALAQ
Inspirasi pemahaman :
1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
1)Bacalah (lakukan proses “menghimpun” informasi dan kesadaran) dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan (apa saja)-kekuasaan Alloh maha menciptakan apa saja yang ada.-Bacalah agar engkau tahu bahwa Alloh itu sangat / maha kuasa (kekuasaannya obsolut tak terbatas), diantara kekuasaanNya adalah bahwa Dia adalah Maha menciptakan (apa saja).
APA YANG DIBACA ?
Karena kata Iqro’ (bacalah olehmu Muhammad) tidak dikuti maf’ul bih (obyek yang dibaca), maka yang dibaca adalah apa saja (ayat-ayat Alloh).Beda dengan ayat : iqro’ kitaabaka,atau ayat : Wa iidzaa Qoro’tal Qur’aana.
Obyek yang “dibaca “ adalah : ayat kauniyyah dan ayat Qouliyyah.Karena membaca adalah : belajar, ber-tafakkur.Seperti disebut dalam QS Ali Imron tentang cirri-ciri Ulul Albab:
189. kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu.
190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.
2) Lalu secara khusus Alloh menyebutkan sebagai Dzat yang menciptakan manusia (ini menunjukkan bahwa manusia adalah).
-Makhluk mulia, karena disebut secara khusus.
-Pemeran utama” dalam sandiwara di dunia ini, lainnya adalah “Pemeran pembantu”, bahkan kadang hanya sebagai “pelengkap penderita” akibat polahe manungso.
Tapi ditunjukkan pula bahwa proses pembentukan manusia itu “hanya” dari segumpal darah yang hina ) agar manusia sadar bahwa dia sangat tergantung kepada Tuhannya yang menciptakannya ( karakter manusia (insane) itu : ora klalen, mendheles, kufur, nikmat (kafuuron, kaffaron), banyak berbuat dholim (dholuuman), sangat bodoh alias yang diketahui dan yang tidak diketahuinya lebih banyak yang tidak diketahuinya (jahuulan) dan ngeyel (aktsaro syai’in jadalan), seneng repot (fii kabad) kepada Allah) :
(96.2). Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3) lalu Allah membandingkan kedudukan Allah yang paling mulia dibanding manusia yang diciptakan dari segumpal darah tadi :
(96.3). Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
Teruskan proses “Menghimpun” informasi dan kesadaran itu agar manusia mengetahui “sopo siro sopo ingsun” (manusia sebagai “ yang diciptakan” dengan Allah “yng menciptakan”)
III.TUJUAN MEMBACA :
Agar manusia “tahu dan sadar “siapa Allah ( sebagai pencipta, penguasa kita dengan segala asma’ul HusnaNya, sifat-sifatNya, dan Af’aal-Nya), dan agar kita “tahu diri” alias rumongso –Ngerti sopo siro sopo insun”.
Secara khusus Alloh dalam ayat ini menyebut dirinya sebagai al-Akrom (yang artinya : maha (paling) mulia, maha pemurah /Dermawan ) ini juga sindiran tentang “hina dan rendahnya sifat-sifat manusia” serta kebakhilan manusia”.
4. Diantara kemuliaan (kedermawanan) Allah adalah bahwa dia mengajari manusia dengan al-qolam :
(96.4). yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.
5. Dan dia mengajari manusia sesuatu yang sebelumnya tidak dia ketahui :
(96.5). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dengan perantara al-qolam, Alloh mengajari manusia sesuatu yang tidak diketahuinya.
Disini manusia diingatkan lagi bahwa hakekatnya pengetahuan yang diperoleh manusia “, meski dia diwajibkan mencarinya (tholabul ‘ilmi fariidlotun….) adalah hasil pembelajaran dari Allah (ilmu yang diperolehnya adalah dari Allah , ojo diaku milik dan semata hasil usahane manungso dewe!), ini yang dicontohkan oleh para malaikat dalam QS. Al Baqoroh : 31-32)
(2.31). dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!”
(2.32). mereka menjawab: “Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[35].”
[35] Sebenarnya terjemahan hakim dengan Maha Bijaksana kurang tepat, karena arti hakim Ialah: yang mempunyai hikmah. Hikmah ialah penciptaan dan penggunaan sesuatu sesuai dengan sifat, guna dan faedahnya.di sini diartikan dengan Maha Bijaksana karena dianggap arti tersebut hampir mendekati arti Hakim.
Dalam tafsir Ath Thobari disebutkan bahwa Qotadah (seorang ulama dari generasi tabi’in, kalau tidak salah murid Ibnu Abbas) berkata :
عن قتادة اقرأ باسم ربك الذي خلق قرأ حتى بلغ علم بالقلم قال : القلم: نعمة من الله عظيمة, لولا ذلك لم يقم, ولم يصلح عيش.(تفسير الطبري, جزء 30, ص.254 , سورة العلق: 1[5]
6) Alloh mengingatkan kepada manusia proses kejadian dirinya dari segumpal darah yang hina , dan membandingkan dengan jasa dan kedudukan Alloh yang maha mulia dan pemurah, disebabkan karena manusia mempunyai untuk berbuat Thogho (melebihi batas / ada bakat untuk jadi kurang ajar ):
كلا إن الإنسان ليطغى
(96.6) Ketahuilah !sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,
7) Diantara sebab kurang ajarnya adalah jika dia merasa cukup (wis sugih) :
أن رآه استغنى
(96.7) Karena dia melihat dirinya serba cukup,
8) Maka Alloh mengingatkan kembali bahwa semua manusia akan dikembalikan kepada Alloh dengan LPJ yang ditanyakan oleh Alloh :
إن إلى ربك الرجعى
(96.8) Sesungguhnya hanyalah kepada Tuhan-Mulah kembalimu
IV. INFORMASI DARI AL-QUR’AN
1. Kata “qoro’a”, terulang 3 kali dalam al-Qur’an, yaitu pada QS. (17) : 15, dan QS. (96) : 1 & 3.
2. Sedang kata jadian dari akar kata “Qoro’a” tersebut , dalam berbagai variasi bentukny terulang dalam 17 kali, selain kata al-Qur’an (Qoro’a al Qur’an ) yang terulang 70 kali
3. Obyek membaca pada ayat-ayat yang gunakan akar kata “Qoro’a berbeda-beda :
-Kadang menyangkut sesuatu bacaan yang bersumber dari Alloh (yaitu al-Qur’an dan kitab suci sebelumnya) ,misal dalam QS. (17) : 45 dan (10) : 94
-Kadang adalah kitab yang merupakan himpunan karya manusia atau bukan bersumber dari Alloh, misalnya : Q.S
4. Beda antara “Qoro’a-Qiro’atan” dengan “talaa-tilawatan”, walau sama-sama berarti membaca .Bedanya : (17) : 14
-“Talaa-tilawatan” digunakan untuk membaca sesuatu yang sifatnya suci (sacral) dan pasti benar, missal: Q.S. (2) : 252, dan QS. (5) : 27
-“Qoro’a-Qiro’atan”, bersifat lebih umum, apalagi dalam Q.S Al-‘Alaq tidak disebutkan obyeknya(maf’ul bih-nya) jadi obyek bacaannya adalah bacaan apa saja , baik yang tersurat maupun yang tersirat.
5. Selain ikhlas sebagai modal membaca, penting untuk memilih bahan bacaan yang pas yaitu mengantarkan kepada pemahaman yang tidak bertentangan dengan “nama Allah”. Maka selanjutnya : Iqra’ wa robbukal akrom.[6]
V. KESIMPULAN
Dalam surat al-Alaq 1-8 mengungkapkan tentang pentingnya membaca sebagai wahana peningkatan pendidikan Islam, membaca dalam konteks ini luas maknanya. Dan dengan melakukan penerapan atas konsep iqro’ ini manusia akan memperoleh banyak pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan di dunia dan akherat.Dan secara otomatis tercapainya tujuan pendidikan Islam
VI. DAFTAR PUSTAKA
- Mulyasa, kurikulum Berbasis kompetensi konsep, karakteristik dan implementasi, (Bandung; Rosda Karya, 2002), hlm. 89
- Zakiah Darajat, dkk, ilmu pendidikan Islam, (Jakarta, Bumi aksara, 1992) hlm 86.
- BacaBadan penelitian dan pengembangan Pusat kurikulum, Kurikulum berbasis Kompetensi, Kompetensi Dasar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk sekolah menengah umum, (Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional, 2002) hlm. 4.
- lihat”Falsafah dasar Iqra’”, dalam membumikan al-Qur’an, karya
DR.M.Quraish Shihab, penerbit Mizan, Bandung, Cet. II, 1992, hlm.167
- Lihat CD At Tafsir wa ‘Ulumul Qur’an , Syirkah Al-Ma’arif Ad Dauliyyah, Kerajaan Saudi
- lihat”Falsafah dasar Iqra’”, dalam membumikan al-Qur’an, karya DR.M.Quraish Shihab, penerbit Mizan, Bandung, Cet. II, 1992.
- Tulisan sahabat tentang pembahasan Iqro’
[1] E. Mulyasa, kurikulum Berbasis kompetensi konsep, karakteristik dan implementasi, (Bandung; Rosda Karya, 2002), hlm. 89
[2] Zakiah Darajat, dkk, ilmu pendidikan Islam, (Jakarta, Bumi aksara, 1992) hlm 86.baca
[3]
Badan penelitian dan pengembangan Pusat kurikulum, Kurikulum berbasis
Kompetensi, Kompetensi Dasar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk
sekolah menengah umum, (Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional, 2002)
hlm. 4.
[4](lihat”Falsafah
dasar Iqra’”, dalam membumikan al-Qur’an, karya DR.M.Quraish Shihab,
penerbit Mizan, Bandung, Cet. II, 1992, hlm.167)
[5] Lihat CD At Tafsir wa ‘Ulumul Qur’an , Syirkah Al-Ma’arif Ad Dauliyyah, Kerajaan Saudi
[6](lihat”Falsafah
dasar Iqra’”, dalam membumikan al-Qur’an, karya DR.M.Quraish Shihab,
penerbit Mizan, Bandung, Cet. II, 1992, hlm.167)